by : Anas Urbaningrum
Dikutip dari Kolom Sudut Pandang, Harian Jurnal Nasional, Jakarta Jum'at, 25 Jul 2008
Kampanye pemimpin muda makin gencar. Isu pokoknya adalah bahwa para pemimpin lama sudah gagal, dan karena itu sudah waktunya keluar dari gelanggang. Gantinya adalah generasi baru: pemimpin muda yang membawa harapan baru. Ada yang menggalang lewat jalur partai, dan ada pula yang menawarkannya lewat jalur perseorangan, meski konstitusi belum memungkinkan. Ada yang serius mengembangkan lewat wacana publik, dan bahkan ada yang berani menawarkan diri lewat iklan televisi.
Tentu saja fenomena ini adalah lumrah semata dalam sistem demokrasi. Siapa saja berhak untuk menjadi pemimpin. Boleh secara terang-terangan, tidak pula dilarang yang menempuh jalan "ketimuran". Boleh memakai kalkulasi yang matang, dan tidak ada halangan untuk sekedar menunjukkan berani maju (agak bonek). Semuanya adalah bunga-bunga yang menyemarakkan demokrasi kita.
Kita bersetuju bahwa regenerasi adalah penting dan hal yang niscaya. Regenerasi adalah jalan untuk memastikan kontinuitas perubahan dan kemajuan. Tanpa regenerasi, kita akan menghadapi gejala degenerasi kepemimpinan bangsa, dan bangsa ini akan tercebur ke dalam gerontokrasi: kepemimpinan oleh kakek-kakek dan nenek-nenek. Tentu saja hal demikian harus dihindarkan.
Dalam konteks kepemimpinan bangsa, hemat saya yang dibutuhkan adalah siapa yang terbaik: yang paling memadai kapabilitas, integritas dan akseptabilitasnya di hadapan rakyat. Itulah pemimpin yang mampu dan berkemampuan. Itulah pemimpin yang sanggup dan berkesanggupan mengemban tugas sebagai lokomotif kemajuan bangsa. Itulah tokoh yang layak menjadi inspirator, motivator dan sekaligus motor bagi perubahan menuju bangsa yang bermartabat: kemiskinan berkurang, pengangguran mengecil, pemerintahan yang bersih dan melayani, integrasi nasional semakin kokoh, keamanan terjaga, ketertiban publik membaik, akses pendidikan dan kesehatan yang meluas, dan sebagainya.
Memilih pemimpin bukan kontestasi umur: siapa yang paling muda atau siapa yang paling tua. Menemukan pemimpin adalah perkara siapa yang paling mampu dan terbukti mampu, dengan ukuran-ukuran yang jelas dan nyata. Bukan slogan dan kata-kata kosong.
Bagi kaum muda, falsafah ojo nggege mongso barangkali ada gunanya. Tidak patut untuk memaksakan diri, sebelum masanya tiba. Segala sesuatu ada masa dan musimnya. Setiap generasi ada waktunya. Sembari mempersiapkan diri menjadi generasi pelanjut yang lebih baik, kaum muda perlu melihat dengan jernih siapa tokoh-tokoh yang berpikir serius untuk mendorong regenerasi dan menyiapkan jalan bagi tampilnya tokoh-tokoh baru.
Pernyataan SBY pada acara HIPMI, agar generasi muda, termasuk pada pengusaha muda, mempersiapkan diri untuk menjadi para pemimpin bangsa, adalah tantangan dan sekaligus isyarat positif bahwa kereta regenerasi sedang berjalan. Inilah yang harus direspons dengan persiapan yang sungguh-sungguh, baik oleh parpol, ormas, kampus, LSM, dan sebagainya, untuk memikul tanggung jawab dan tugas sejarah yang besar, yakni regenerasi kepemimpinan bangsa. Kapankah itu? Tergantung kesiapan generasi muda dan kepercayaan politik rakyat. Hemat saya, 2014 akan terjadi regenerasi yang besar-besaran. Wallahu a'lam
Tentu saja fenomena ini adalah lumrah semata dalam sistem demokrasi. Siapa saja berhak untuk menjadi pemimpin. Boleh secara terang-terangan, tidak pula dilarang yang menempuh jalan "ketimuran". Boleh memakai kalkulasi yang matang, dan tidak ada halangan untuk sekedar menunjukkan berani maju (agak bonek). Semuanya adalah bunga-bunga yang menyemarakkan demokrasi kita.
Kita bersetuju bahwa regenerasi adalah penting dan hal yang niscaya. Regenerasi adalah jalan untuk memastikan kontinuitas perubahan dan kemajuan. Tanpa regenerasi, kita akan menghadapi gejala degenerasi kepemimpinan bangsa, dan bangsa ini akan tercebur ke dalam gerontokrasi: kepemimpinan oleh kakek-kakek dan nenek-nenek. Tentu saja hal demikian harus dihindarkan.
Dalam konteks kepemimpinan bangsa, hemat saya yang dibutuhkan adalah siapa yang terbaik: yang paling memadai kapabilitas, integritas dan akseptabilitasnya di hadapan rakyat. Itulah pemimpin yang mampu dan berkemampuan. Itulah pemimpin yang sanggup dan berkesanggupan mengemban tugas sebagai lokomotif kemajuan bangsa. Itulah tokoh yang layak menjadi inspirator, motivator dan sekaligus motor bagi perubahan menuju bangsa yang bermartabat: kemiskinan berkurang, pengangguran mengecil, pemerintahan yang bersih dan melayani, integrasi nasional semakin kokoh, keamanan terjaga, ketertiban publik membaik, akses pendidikan dan kesehatan yang meluas, dan sebagainya.
Memilih pemimpin bukan kontestasi umur: siapa yang paling muda atau siapa yang paling tua. Menemukan pemimpin adalah perkara siapa yang paling mampu dan terbukti mampu, dengan ukuran-ukuran yang jelas dan nyata. Bukan slogan dan kata-kata kosong.
Bagi kaum muda, falsafah ojo nggege mongso barangkali ada gunanya. Tidak patut untuk memaksakan diri, sebelum masanya tiba. Segala sesuatu ada masa dan musimnya. Setiap generasi ada waktunya. Sembari mempersiapkan diri menjadi generasi pelanjut yang lebih baik, kaum muda perlu melihat dengan jernih siapa tokoh-tokoh yang berpikir serius untuk mendorong regenerasi dan menyiapkan jalan bagi tampilnya tokoh-tokoh baru.
Pernyataan SBY pada acara HIPMI, agar generasi muda, termasuk pada pengusaha muda, mempersiapkan diri untuk menjadi para pemimpin bangsa, adalah tantangan dan sekaligus isyarat positif bahwa kereta regenerasi sedang berjalan. Inilah yang harus direspons dengan persiapan yang sungguh-sungguh, baik oleh parpol, ormas, kampus, LSM, dan sebagainya, untuk memikul tanggung jawab dan tugas sejarah yang besar, yakni regenerasi kepemimpinan bangsa. Kapankah itu? Tergantung kesiapan generasi muda dan kepercayaan politik rakyat. Hemat saya, 2014 akan terjadi regenerasi yang besar-besaran. Wallahu a'lam
[Kembali]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar