Selasa, 29 Juli 2008

Ekonomi Berkelanjutan dan Gradualisme

CHINA
Oleh Bob Widyahartono
Dikutip dari Harian KOMPAS, Selasa, 29 Juli 2008, halaman 16

Memasuki abad ke-21, Jiang Zemin/Zhu Rongji pada Kongres Rakyat Nasional IX dalam bulan Maret 1998 menggariskan kebijakan sebagai ”Yige Quebao, Sange Daowei, Wuxiang Gaige” yang artinya ”Satu Garansi, Tiga Pencapaian Prestasi, Lima Pokok Reformasi” (Satu, Tiga, dan Lima).
Satu garansi itu terdiri atas tiga unsur kunci: memelihara tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi rendah, dan mata uang renminbi yang stabil.
”Tiga pencapaian prestasi” dicanangkan Kabinet Zhu. Sasaran ”tiga hasil prestasi” merupakan kerangka kerja yang cukup ambisius dan program reformasi yang harus dikerjakan dalam tiga tahun (1998-2001) melewati awal milenium.
Pencapaian pertama yang harus terjadi, antara lain, menarik BUMN skala menengah dan besar keluar dari ”angka merah” (menderita rugi terus-menerus). Tanpa ragu-ragu dinyatakan bahwa BUMN merupakan salah satu masalah utama karena tanpa restrukturisasi yang berani, BUMN itu tak akan mampu menjadi efisien dalam pasar yang makin bersaing dalam negeri maupun dalam operasi internasionalnya. Barat sering kali mempertanyakan program restrukturisasi BUMN.
Pencapaian kedua akan melibatkan restrukturisasi menyeluruh dari sistem perbankan dan finansial. Restrukturisasi dan redefinisi fungsi-fungsi diawali dengan peranan Bank Rakyat China sebagai bank sentral. Fungsi-fungsi nonbank sentral dialihkan kepada lembaga lain.
Pencapaian ketiga menetapkan kondisi perampingan birokrasi yang terlalu menggelembung. Logika Zhu jelas. Terlalu banyak pegawai negeri yang menerima gaji rendah membuka peluang korupsi dan inefisiensi. Zhu mulai dengan merampingkan jumlah kementerian menjadi separo dengan jumlah karyawan yang dirampingkan (streamlined).
Lima pokok reformasi yang dimaksud mencakup: 1. distribusi gandum (grain); 2. peningkatan modal; 3. perumahan; 4. pemeliharaan kesehatan; dan 5. restrukturisasi (overhaul) dari sistem keuangan dan perpajakan.
Reformasi ini pada dasarnya meliputi ketersediaan perumahan, suplai gandum, perputaran modal, kebijakan fiskal dan perpajakan, pemeliharaan kesehatan, dan peraturan pensiun.
Dalam penyelenggaraan reformasi ini keterlibatan masyarakat banyak digerakkan. Dan dalam mewujudkan ”tiga pencapaian prestasi”, kelima butir reformasi harus secara simultan dikerjakan, agar hambatan-hambatan masa lalu yang bisa muncul dalam reformasi ekonomi China dapat diminimalkan.
Reformasi juga menggerakkan masyarakat untuk mengambil asuransi kesehatan untuk menutup biaya kesehatan, menciptakan dana pensiun untuk masa pensiun, dan memperoleh pinjaman dari bank (mortgage loan) untuk membeli rumah. Suatu tekad yang berani untuk mendayung maju demi rasa aman dan sejahtera rakyat China di masa depan.
Dalam setiap regenerasi kepemimpinan pasti timbul pertanyaan mendasar, apakah kebijakan yang telah digariskan berkelanjutan atau ada nuansa baru yang dimasukkan untuk memberi wajah keterlibatan pimpinan baru dalam kebijakan yang dialihgenerasikan?
Dalam hal regenerasi kepemimpinan China, satu hal yang harus dipuji dari Kongres PKC XVI (2003) adalah untuk pertama kalinya alih pimpinan berhasil tanpa perebutan kekuasaan secara kasar. Tampak generasi Jiang/Zhu/Li Peng mewariskan tekad bahwa ”China bertambah matang/dewasa” sekalipun ke depan terbentang berbagai masalah yang masih tetap perlu dipecahkan.
Sekalipun dalam kongres tersebut tidak dibahas kebijakan ekonomi apakah perlu penyempurnaan dan penghalusan, yang tetap menjadi wacana adalah bahwa titik pertumbuhan paling cepat mulai abad ini adalah memberi bobot pada jiwa kewirausahaan rakyat untuk berkreativitas dan berinovasi dalam wadah perusahaan skala kecil dan menengah milik swasta (rakyat) secara mandiri.
Interaksi dan interkoneksitas antara usaha dan perbankan tidak mungkin lagi menggunakan bekal ”kekuasaan pejabat”, tetapi secara profesional dan dijiwai kewirausahaan melakukan hubungan jaringan (guanxi) atas dasar kepercayaan (shin yung) dengan tetap memegang teguh aturan sistem modern.
Keberhasilan pembangunan tidak melulu di kawasan pantai, tetapi pembangunan kawasan barat justru makin memperoleh porsi pembangunan yang lebih intens. Salah satunya, inisiatif pemerintah untuk membangun jaringan jalanan dan kereta api baru dari pesisir ke pedalaman, dengan melibatkan partisipasi modal swasta.
Pembangunan jaringan infrastruktur fisik, termasuk listrik dan telekomunikasi, menurut para ekonom China sendiri, akan mengurangi arus urbanisasi ke daerah pantai yang di dekade 1980-an dan 1990-an dianggap menjanjikan kesempatan untuk menjadi sejahtera secara finansial (jadi kaya).
Tugas dan tanggung jawab kepemimpinan Hu yang pasti penuh tantangan dan peluang untuk menorehkan tinta emas dalam kebijakan ekonomi yang prorakyat, prokeadilan, dan prokemakmuran, dasar-dasarnya sudah diletakkan Jiang/Zhu dan kawan-kawan dalam bidang ekonomi.
Ke depan, Hu Jintao/Wen Jiabao dengan timnya yang terdiri atas generasi baru, atau yang bisa disebut generasi keempat pimpinan China, tetap harus bekerja keras untuk mewujudkan pokok-pokok keputusan dalam ”Pembangunan Lima Tahun Kesepuluh”: pertumbuhan GDP tahunan sebesar 8-9 persen; peningkatan efisiensi perusahaan BUMN dan swasta; perintisan baru dalam penelitian dan pengembangan teknologi; peningkatan standar hidup dari apa yang mereka sebut xiao kang (relative comfort = keugaharian) menuju ke gengjia fuyu (alluence = kemakmuran).
Kebijakan ekonomi ini pasti bukan tugas ringan, dan Hu serta generasi barunya mencapai keberhasilan dalam meletakkan dasar-dasarnya mulai dari kawasan pantai sampai ke kawasan barat, maka China dan dunia akan menyaksikan suatu awal transformasi standar hidup yang akan mencapai stable medium level stage of development (taraf pembangunan menengah yang stabil) dalam tahun 2010-2020-an.
Transformasi yang merupakan proses akan memberi dasar pada nilai-nilai sosial dalam masyarakat China yang tidak ”materialistis berlebihan”. Menjelang turun takhta, Jiang/Zhu berupaya meletakkan dasar proses transformasi dengan menyeimbangkan sivilisasi spiritual yang mencakup berbagai kepedulian pada nilai-nilai keluarga sampai ke perlindungan lingkungan dan apresiasi seni budaya, dengan ”sivilisasi material” yang cenderung memberi bobot berlebihan pada uang dan daya belinya.
China sudah sejak zaman Jiang/Zu memasukkan juga revolusi internet sebagai sarana keterbukaan dalam membangun ekonominya. Suatu ketajaman berpikir dalam memberi bobot pada upaya mencapai kemakmuran. Telekomunikasi yang mobile terus pula berkembang, tidak hanya di kawasan pantai, tetapi merambat ke pedalaman. Artinya, munculnya ”multimedia” tanpa mengebiri keberadaan sivilisasi spiritual dalam mencari sivilisasi material berlebihan.
Sikap hati-hati Bank Sentral China dalam mengelola mata uang renminbi (RMB) dengan mematok sejak 1996 hingga 22 Juli 2005 dengan kurs 1 dollar AS = RMB 8,28 menunjukkan ketegasan dalam berinteraksi dengan dunia luar. Ketika itu tanggal 22 Juli 2005 atas desakan dunia luar, terutama negara Barat (Amerika Serikat dan Uni Eropa), serta Jepang, dengan pertimbangan matang demi kemantapan perdagangan internasional dan investasi dari luar, Bank Sentral China dengan hati-hati merevaluasi RMB-nya, dari RMB 8,28 menjadi RMB 8,11 per dollar AS. Tercatat pada pertengahan Juli 2008, nilai RMB sebagai berikut: (Desember 2007) 1 dollar AS = RMB 7,35, (Mei 2008) 1 dollar AS = RMB 6,992, (18 Juni 2008) 1 dollar AS = RMB 6,8823.

Berkelanjutan
Ajaran dasar-dasarnya Deng Xiaoping, yang diimplementasi oleh Jiang/Zhu jelas dilanjutkan oleh Hu/Wen dan kabinetnya untuk diserap bangsa China secara keseluruhan. Penulis mengamati tidak adanya ”lompatan jauh” secara spektakuler, tetapi proses gradual tetap menjadi acuannya dengan menyadarkan bangsa sampai ke pedalaman.
Jelas, kebijakan gaige kaifang (opening up and reform) secara gradual dan chengbaozhi (self responsibility system) yang merupakan tahap awal menuju evolusi ke arah adanya perusahaan swasta (the first stage in the evolution toward private enterprise).
China harus terus bergerak maju dalam mencari kesejahteraan dengan memotivasi rakyatnya yang berjumlah 1,3 miliar jiwa. Membangun keseimbangan dengan kawasan pantai adalah rencana program berkelanjutan dengan fokus pada pembangunan ekonomi dan mutu manusia kawasan barat/pusat.
Tegas-tegas Hu menyebut san ge tiejin (tiga kedekatan: dekat dengan realitas, dekat dengan rakyat, dan dekat dengan kehidupan).
China dengan kebijakan berkelanjutan memiliki tekad menjadi bangsa yang ikut aktif bukan hegemonis mengemudikan abad ke-21 sebagai abad Asia. Demikian secuil pengamatan perkembangan China dalam politik, ekonomi, dan budaya sebagai salah satu pemeran bersama Jepang, Korea, India, dan negara anggota ASEAN memberi substansi abad ke-21 yang dijuluki sebagai abadnya Asia.

Bob Widyahartono
Lektor Kepala Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara

Tidak ada komentar: