Oleh DIAH MARSIDI
Dicuplik dari Rubrik SOSOK di Harian KOMPAS, Jumat, 18 Juli 2008 halaman 16
Sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan, Nelson Mandela – yang memang hanya mencalonkan diri satu kali – membawa masuk sebuah masyarakat multirasial, demokratis, yang masih tetap damai dan kuat.
Namun, bukan hanya masanya memerintah itu yang membuat dia begitu dikagumi, begitu dicintai, begitu dihormati, dan egitu didengar sebagai pemimpin. Karyanya merentang sepanjang hidup dan itu bukan masa yang singkat. Hari Jumat (18/7) ini, dia berulang tahun ke-90.
”Saya merasa Madiba adalah salah satu hal terbaik yang bisa terjadi bagi negara”, kata Faith van de Heever, seorang perempuan kulit putih Afrika Selatan yang melatih olahraga rugby pada anak-anak muda kulit hitam negara itu.
Madiba adalah nama klan Mandela, yang menjadi panggilan kesayangn rakyat Afrika Selatan bagi Rolihlahla Dalibhunga yang mendapat nama Inggris, Nelson, dari guru sekolahnya itu. Pendapat pelatih rugby itu mewakili perasaan banyak anak bangsa yang disebut bangsa pelangi tersebut.
Ikon anti-apartheid itu sudah jarang muncul di muka umum. Mandela dengan bergurau mengatakan, dia telah ”pensiun dari masa pensiun”. Dia juga tidak banyak memberi komentar mengenai berbagai isu.
Pada ulang tahunnya yang ke-89, Mandela memang merayakannya dengan mengumumkan pembentukan sebuah ”dewan para tetua”. Itu adalah tempat para sesama pemenang Hadiah Nobel, politisi dan tokoh pembangunan mengumpulkan kebijaksanaan dan pengaruh mereka untuk menangani krisis global. Sejak itu, para tetua tersebut sudah mendatangi Darfur dan Timur Tengah, tetapi Mandela tidak ikut pergi.
Setelah mengubah negaranya dengan begitu mendalam selama pemerintahannya, Mandela meninggalkan panggung itu, memberi kesempatan bagi pemimpin-pemimpin yang lebih muda. Namun, Afrika Selatan dan dunia tampaknya enggan membiarkannya memudar dalam masa pensiun. Tiap kali krisis terjadi, rakyat Afrika Selatan ingin mendengar apa kata Mandela.
”Saya ingin pemimpin besar ini untuk kembali,” kata Stephen Miller, seorang komponis. ”Itu nostalgia yang luar biasa.”
Selama bertahun-tahun, Mandela tidak memberikan wawancara. Pendapat mengenai peristiwa dunia semakin dia serahkan kepada pejabat-pejabat yayasan yang dibentuknya saat pensiun. Bulan lalu, ketika dia berkomentar mengenai Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, dia melakukannya pada sebuah jamuan makan malam pribadi di London.
Komentarnya itu lalu disampaikan ke dunia luar oleh para pembantunya, dan tampak lunak.
Delapan pelajaran
Madiba yang dipenjara selama 27 tahun karena menentang rezim apartheid itu telah menetapkan tempatnya dalam sejarah sebagai seorang negarawan besar dunia. Karena itu, dunia seperti tidak mau membiarkannya menghilang dalam masa pensiun.
Dia muncul pada sebuah konser musik rock di London untuk menyambut ulang tahunnya, Juli ini. Tokoh berbadan tinggi yang tampil dengan penuh wibawa ketika keluar dari penjara 18 tahun lalu, kini tampil ringkih, berjalan perlahan digandeng istrinya.
Dunia diingatkan bahwa dia berusia 90 tahun. Masa pengabdian yang begitu lama dari pemimpin moral ini memberikan berbagai pelajaran bagi dunia. Bagi yang ingin belajar, Richard Stengel, editor pelaksana majalah Time, yang pada tahun 1990-an selama dua tahun bekerja dengan Mandela untuk mempersiapkan otobiografi Bapak Bangsa Afrika Selatan itu. Long Walk to Freedom, merangkum delapan pelajaran kepemimpinan dari Mandela. Beberapa dari pelajaran itu disebutkan di sini.
”Keberanian bukannya ketiadaan rasa takut – tetapi mengilhami orang-orang lain untuk bergerak melewati (rasa takut) itu”. Stengel menyebutkan, Mandela kerap takut semasa perjuangan bawah tanahnya, semasa pengadilan yang membuatnya dipenjara, dan selama ditahan di Pulau Robben.
”Tentu saja saya takut!” katanya kepada Stengel kemudian. Tetapi seorang pemimpin, menurut dia, tidak bisa memperlihatkan rasa takut itu. Dengan tampil tanpa takut, dia menginspirasi orang-orang lain.
”Pimpinlah dari depan – tetapi jangan tinggalkan basis Anda.” Menurut Cyril Ramaphosa yang pernah menjadi Sekjen African National Congress, partai Mandela, pemimpin itu membawa basis dukungannya bersama, dan begitu sampai di tempat tujuan membiarkan mereka untuk terus maju.
Mandela, katanya, bukanlah jenis pemimpin ”permen karet”, yang ”habis manis sepah dibuang”. Pelajaran ini mengingatkan kita pada pelajaran Ki Hajar Dewantara, ”Ing Ngarso sung Tulodo”. ”Pimpin dari belakang – dan biarkan orang-orang lain percaya mereka berada di depan”. Mandela, menurut Stengel, sering mengenang masa kanak-kanaknya ketika dia menggembala ternak. ”Anda tahu”, katanya, ”Anda hanya bisa memimpin mereka dari belakang”.
Menetapkan arah
Dalam sejarah Afrika, hanya sedikit pemimpin terpilih secara demokratis yang mau mundur dari jabatan. Mandela bertekad membuat contoh yang akan diikuti pemimpin selanjutnya. Dia adalah kebalikan dari Mugabe, dengan menjadi orang yang membawa kelahiran negaranya dan menolak untuk menyanderanya. Dia hanya mau memegang satu kali masa jabatan.
”Tugasnya adalah menetapkan arah”, kata Ramaphosa, ”bukan mengemudikan kapalnya”.
Konon, kunci untuk mengerti Mandela adalah 27 tahun masanya dipenjara. Ketika masuk ke Pulau Robben tahun 1962, dia adalah seorang pria emosional, keras kepala, dan mudah tersinggung. Ketika keluar dari penjara itu, dia muncul sebagai lelaki yang imbang dan berdisiplin.
Stengel kerap menanyakan bagaimana pria yang keluar dari penjara itu begitu berbeda. Mandela, katanya, membenci pertanyaan itu. Akhirnya suatu hari dia menjawab, ”Saya keluar sebagai orang dewasa”.
Mandela akan merayakan ulang tahunnya hari Jumat ini secara pribadi dengan keluarga di Qunu, desa masa kecilnya, 1.000 kilometer selatan Johanesburg. Di tempat ini, dia membangun sebuah replika dari rumah di mana dia ditahan sebentar, setelah dipindahkan dari penjara Pulau Robben.
Jumat ini dia juga akan merayakan 10 tahun pernikahannya dengan Gracia Matchel. Orang-orang yang dekat dengan Madela mengatakan, pasangan itu sangat saling mencintai.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN menyambut ulang tahun Mandela, sang istri mengatakan, satu-satunya penyesalan yang dimiliki Mandela adalah tidak sempat memberi masukan bagi perkembangan anak-anak karena dia dipenjara semasa anak-anaknya tumbuh besar.
Ketika ditanyakan apakah usia tua membuat Mandela yang pejuang itu frustasi, istrinya mengatakan, satu-satunya hal yang membuat Mandela frustasi adalah berjalan. ”Kala dia berusaha, dia merasa, seperti menurutnya, seakan-akan lututnya tidak mau bekerja sama”.
Menurut Gracia, Mandela adalah orang yang sangat nyaman dengan dirinya, sangat bahagia dengan dirinya. Pada ujung hidupnya, kata Gracia, Mandela menyadari, walau tidak mengungkapkannya, dia mencapai hal-hal yang dulu ditetapkannya sebagai tujuan hidupnya.