Jumat, 05 September 2008

Rakyat Masih Menunggu Pemimpin yang Visioner

Kepemimpinan
Diunduh dari Harian KOMPAS, Jumat, 5 September 2008

Jakarta, Kompas - Pemimpin yang punya intelektualitas dan jujur terhadap kepentingan rakyat akan menentukan kemandirian bangsa. Sayangnya, pemimpin yang ada saat ini belum menunjukkan kepemimpinan yang kuat, visioner, dan punya keberanian. Tidak heran sampai saat ini rakyat masih menantikan pemimpin yang bisa dibanggakan.

Menurut dosen ilmu politik Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto, dalam diskusi kepemimpinan dan momentum perubahan di Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (4/9), kejelasan sikap terhadap sebuah isu publik merupakan salah satu sikap pemimpin yang dibutuhkan saat ini.

Kalangan intelektual yang jujur tampaknya masih menjadi harapan rakyat ketimbang pemimpin yang senang menampilkan teatrikal politik. ”Rakyat sebenarnya sudah bosan dengan teatrikal yang tidak peduli dengan substansi yang dibutuhkan rakyat,” ujar Bima.

Pemimpin yang dibutuhkan bangsa ini, lanjutnya, harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dan kemampuan organisasi yang kuat.

”Selain itu, memang tetap dibutuhkan kemampuan politik dan visi kebangsaan yang jelas,” kata Bima.

Politik dunia

Dalam tataran internasional, Indonesia perlu meningkatkan posisi tawarnya. Untuk itu, menurut Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dibutuhkan langkah yang berani dan mengejutkan dari seorang pemimpin.

”Apalagi, dalam konstelasi politik dunia, konspirasi antara kekuasaan dan kekuatan modal itu bukan sekadar bayang-bayang, tetapi merupakan kekuatan nyata yang harus dihadapi,” ujarnya.

Kenyataan saat ini, menurut Anies, bangsa Indonesia tidak cukup punya kemampuan untuk menerjemahkan keinginannya sehingga tidak mempunyai posisi tawar yang tinggi. Keinginan itu sering terhenti pada kekecewaan dan sikap menyalahkan konspirasi internasional.

”Padahal, bangsa ini perlu mengukuhkan keberanian untuk maju. Indonesia harus punya agenda yang jelas dan cara untuk memperjuangkannya di dunia internasional. Kalau ini berhasil, bukan tidak mungkin keberhasilan itu akan memperbaiki konstelasi Indonesia di dunia internasional,” ujarnya.

Dalam diskusi yang sama, Solahudin Wahid mengingatkan, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa transparan dan jujur terhadap rakyatnya.

”Kejujuran itu bisa dilihat sejak kampanye, dengan mengumumkan berapa besar dana kampanye yang dihabiskan. Jika mereka tak bisa jujur, bagaimana mungkin mereka bisa jujur ketika menjadi pemimpin,” ujarnya.

Solahudin menyayangkan, praktik demokrasi seharusnya memberikan kedaulatan rakyat yang besar, tetapi kedaulatan itu hanya diberikan pada saat rakyat menentukan pilihan dalam bilik suara.

”Selebihnya, rakyat harus menerima nasib untuk diambil kedaulatannya dan terpaksa mengikuti pemimpin yang lebih senang menyengsarakan hidup rakyat,” ujarnya. (MAM)

[ Kembali ]


Tidak ada komentar: